Monday, October 30, 2023

Penawar Hati

 




Matahariku

Datangmu di lengkung langit hati

Terikmu menghapus jejak gerimis malam


 

***

Aku tidak bisa memilih ketika pertanyaan itu menghampiriku. Puisi atau cerpen? Keduanya pernah mengisi jiwa mudaku. Aku yang sedang bergejolak hanya bisa bercengkrama dengan kata. Saat aku memikirkannya. Saat aku merindukanya tak pernah bisa kusebut. Dia rahasia puluhan purnama. Bersamanya aku pernah dikelilingi kebahagian yang tak terbagi.

Siapa yang mengajariku menulis puisi? Kehidupan. Aku dulu yang mudah sekali memindahkan liku kehidupan dalam frasa kata. Seringkali membuatku takjub sendiri, aku menemukannya dimana. Namun tak semua bisa memahami makna yang tersirat. Aku tak peduli, tetap saja kurangkai seperti matahariku hangatnya menemani hari-hariku. Masihkah merangkai kata puisi? Masih walau tertatih. Aku masih membaca kumpulan puisi berlembar-lembar yang sederhana. Agar jiwaku tak kosong.

Lantas bagaimana dengan cerita pendekmu? Aku belajar menulis cerita pendek dari pengalaman. Pengalaman hidup mengajarkanku banyak hal. Satu per satu menjadi rangkaian cerita yang utuh. Tidak selalu tentang pengalamanku. Pengalaman sekitar yang setiap hari terlihat oleh mata. Aku memindahkan dalam rangkaian kata beralur. Cerita yang terkadang sedikit kubumbui konflik atau romantisme. Aku pernah sekali duduk tercipta cerita yang bikin dadaku sesak membacanya. Bagaimana bisa begitu? Ya, terbawa karakter tokohnya seolah itu diriku padahal bukan. Berapa banyak cerita beralur yang kau tulis? Banyak hingga aku membuatnya jadi sebuah buku yang menarik, dengan judul bikin dahi berkerut. Cerita beralurku pun pernah dibaca puluhan orang yang tak kukenal di negeri sebelah.

Sekarang masihkah menulis cerita tersebut? Tidak. Aku tergugu merangkai alur cerita seperti dulu. Aku seperti kehilangan jiwaku yang bersemangat. Pernah kupaksakan tak selesai. Aku menyerah. Biarlah waktu yang akan mengajariku lagi menulis cerita beralur. Aku menulis apa yang ingin kutulis agar jiwaku tenang.

Terkadang menulis keduanya jadi obat dikala aku merasa sakit. Merasa ingin menyerah menghadapi dunia. Tapi inilah pilihan hidup yang kujalani, meramu sedih dan bahagia bersamaan tentang masa depan.

 

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment